Marriage is Scary, sebuah trend yang belakangan sedang ramai diperbincangkan oleh Gen-Z di sosial media. Marriage is Scary dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus kegagalan pernikahan yang diunggah di sosial media, seperti perceraian artis, KDRT, perselingkuhan, dsb.
Dengan sekejap, konotasi pernikahan berubah arah menjadi negatif. Pernikahan dianggap sebagai ritual yang problematik, memberatkan, dan mengekang. Imbasnya iala pada rendahnya angka ketertarikan menikah khususnya bagi kalangan Gen-Z.
Lantas, bagaimana pernikahan dalam bingkai agama Islam?
Merujuk pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 definisi perkawinan adalah pernikahan atau akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidza untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Sedangkan berdasarkan Pasal 3, perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahm.
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberi rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” (QS. An-Nahl: 72)
Kendati Islam menganjurkan pernikahan, namun Islam tidak menetapkan hukum mutlak mengenai pernikahan. Beberapa ulama berpandangan bahwa hukum menikah bagi seorang muslim itu berlaku subjektif, tergantung bagaimana konteks situasi dan kondisi yang menyertai.
Wajib bagi orang yang sudah mampu menikah dengan nafsu yang telah mendesak dan takut terjerumus ke dalam perzinaan. |
Sunnah bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mampu menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya dari perbuatan zina. |
Haram bagi orang yang tidak mampu dalam hal memenuhi nafkah lahir batin kepada istri, serta nafsunya pun tidak mendesak. |
Makruh bagi orang yang lemah syahwat dan tidak mampu menafkahi istrinya. |
Mubah bagi orang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mengharamkan untuk menikah. |
Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai hukum pernikahan dalam Islam, maka dapat kita ambil konklusi bahwa baik buruknya pernikahan itu tergantung dengan kesiapan pra nikah, baik secara finansial, psikologis, biologis dan faktor-faktor lainya.
Adanya fakta bahwa dewasa ini marak terjadi kasus perceraian seharusnya tidak menjadikan kita pesimis akan dunia pernikahan namun justru seharusnya menjadikan kita lebih berhati-hati atau tabayun dalam membuat perencanaan pernikahan dalam berbagai aspek.
Trend Marriage is Scary sejatinya dapat membawa output negatif maupun positif.
Output negatifnya adalah menurunnya minat masyarakat khususnya kalangan Gen-Z terhadap pernikahan yang padahal sangat dianjurkan oleh agama dengan syarat dan ketentuan tertentu yang berlaku.
Namun di sisi lain, Marriage is Scary dapat meningkatkan awareness dalam membuat perencanaan pernikahan.
Islam sebagai sebuah agama melalui berbagai dalil di dalamnya telah menganjurkan umat manusia untuk menikah sebab pernikahan sendiri memiliki beberapa manfaat di antaranya adalah mencegah perzinahan, sebab dengan menikah manusia dapat menyalurkan hawa nafsunya dengan jalan yang dihalalkan, kemudian untuk mempertahankan keturunan, bahkan dalam beberapa literatur Islam, menikah dianggap sebagai penyempurna ibadah.
Kesimpulannya, sebagai seorang muslim yang baik, seharusnya kita dapat mengambil hikmah dari trend ini, di mana seharusnya trend ini dapat menumbuhkan sifat tabbayun dalam diri kita dalam mempersiapkan jenjang pernikahan kedepannya guna memenuhi anjuran Agama Islam
Referensi:
[1] Atabik, Ahmad, and Koridatul Mudhiiah. “Pernikahan Dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam.” Yudisia 5, no. 2 (2014): 293–94.
[2] Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991
[3] Malisi, Ali Sibra. “Pernikahan Dalam Islam.” SEIKAT: Jurnal Ilmu Sosial, Politik Dan Hukum 1, no. 1 (2022): 22–28. https://doi.org/10.55681/seikat.v1i1.97.
[4] Tantu, Asbar. “Arti Pentingnya Pernikahan.” Jurnal Al-Hikmah 14, no. 2 (2013): 199–208. http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_hikmah/article/view/403.